Minggu, 28 April 2019

JURNAL #14: Nyai Calon Arang, Sosok Ibu yang Menjadi Tauladan

Merry meet... Namaste... Rahayu...

Sebagai orang Nusantara, pasti kita tidak asing dengan nama Nyai Calon Arang. Bahkan mungkin, ketika mendengar nama tersebut, langsung terayang wanita tua, penyihir jahat, hingga wajah mendiang Suzzanna yang pernah berperan sebagai beliau.
Di sini aku tidak akan menceritakan kisah Calon Arang, karena sudah banyak artikel mengenai itu. Tapi, aku akan membahas beliau dari sudut pandangku. Mungkin ini akan berseberangan dengan pendapat kalian atau sebaliknya. Itu tak masalah, mari saling menghargai.

Aku pribadi, jujur, sangat mengagumi sosok Nyai Calon Arang. Dalam hematku, beliau sama sekali tidak sepenuhnya jahat. Beliau hanyalah manusia biasa, sama seperti kita, hanya saja bedanya beliau memiliki satu atau lebih kelebihan yang didapatkan dari pemujaan yang tulus kepada Dewi Durga, serta pengorbanan yang besar. Seperti yang khalayak ketahui, tidak ada manusia yang sepenuhnya jahat atau sepenuhnya baik. Itu juga berlaku untuk Nyai Calon Arang.

Beliau adalah gambaran nyata seorang wanita yang telah berhasil memangkitkan kekuatan ilahi (Ibu Adi-Shakti) dalam diri melalui ketaatan dan pengorbanan diri. Kekuatan yang beliau miliki tidak serta merta didapat dengan jalan yang mudah. Beliau harus menahan semua rasa sakit hati, penghinaan, kepedihan, dukacita, amarah, dendam, dan semua nafsu duniawi, dan menjalankan tapabrata yang berat untuk menyenangkan sang junjungan, Ibu Dewi Durga.

Terbukti, Ibu Dewi Durga berkenan dengan pemujaan, ketaatan, dan pengorbanan Nyai Calon Arang. Sehingga semua unsur-unsur negatif yang telah lama dipendam berubah menjadi bara api (api tapa) dan itulah sumber kesaktian beliau.
Kekuatan beliau tersebut semula hanya digunakan untuk pengobatan dan keperluan pemujaan, namun lambat laun kekuatan tersebut pun akhirnya mengendalikan beliau. Apalagi setelah dipicu dengan penghinaan yang dilayangkan pada putrinya, Ratna Manggali. Nyai Calon Arang mampu menerima penghinaan atas dirinya, tapi dia tidak akan mengampuni siapa pun yang menyakiti hati putrinya.

Ini adalah gambaran lain dari beliau. Seorang ibu yang sangat menyayangi putri semata wayang dan rela melakukan apa pun demi sang putri. Kasih ibu yang Nyai Calon Arang miliki tidak hanya untuk putrinya seorang, tapi juga tercurah kepada gadis/wanita-wanita lain yang hidup terlunta-lunta atau mendapatkan ketidakadilan, atau kekerasan dan diskriminasi dalam masyarakat patriarki. Beliau merangkul gadis/wanita-wanita malang tersebut dan mengasuh mereka layaknya putri sendiri. Beliau selalu mengajarkan pada mereka, bahwa wanita itu setara dengan laki-laki, tidak ada namanya wanita menjadi alas kaki mereka. Wanita berhak mandiri dan mengekspresikan diri, bukan hanya menjadi pemanis rumah tangga saja. Beliaulah yang menjunjung matriarki ketika masyarakat dikendalikan oleh patriarki.
Dari situlah, kemudian gadis/wanita-wanita tersebut mengikuti jalan hidup Nyai Calon Arang dan menjadi murid beliau. Mereka pun mengikuti jalan yang oleh para brahmana dan Rsi sebagai "pengiwa" (Lefthand Path). Akan tetapi, dari sisi beliau tidak melihat sebuah jalan pengabdian kepada Yang Mahakuasa itu dibedakan menjadi "Kanan" dan "Kiri", "Putih" dan "Hitam". Bagi seorang Nyai Calon Arang, di dalam putih bisa saja muncul noda hitam, sedangkan di dalam hitamlah cahaya bisa disaksikan. Artinya, keduanya sama saja.

Sebagai seorang penyihir juga, aku meneladani bagaimana beliau begitu larut dalam pemujaan dan kebaktian sehingga mengabaikan perasaan pribadi yang rupa-rupa, alih-alih mengumbarnya. Mungkin kisah beliau kemudian membenarkan suatu pernyataan ini "Sihir tidak datang karena bakat, tapi ia datang karena rasa sakit dan penderitaan yang tak tertahankan". Di kisah tersebut terbukti kalau penderitaan dan rasa sakit yang diredam dalam kurun waktu yang lama, akan mengendap dan menjadi bara dan ketika itu diledakkan maka akan menjadi api sehingga lahirlah sihir yang luar biasa kuat.
Selain rasa sakit dan penderitaan, amarah, kesedihan, dan nafsu duniawi yang diredam dalam waktu yang lama juga dapat berubah menjadi bara.

Ada yang mengatakan, di Bali, kenapa penekun Leak kebanyakan seorang wanita, itu karena wanita paling kuta dalam menahan segala rasa sakit, penderitaan, kesedihan, dan nafsu, ditambah ada pepatah mengatakan "Dalam setiap wanita ada seorang Dewi yang bersemayam". Ketika wanita diperlakukan dengan baik dan manusiawi, mereka akan tampak dalam wujud Dewi Parwati, tapi jika mereka atau orang yang mereka kasihi dilukai, maka Dewi Kali sendirilah yang terpancar dari mereka.

Ada rumor yang mengatakan, untuk pencapaian sihir terkuat, hanya dapat dicapai oleh wanita. Kecil kemungkinan pria dapat mencapai level itu. Alasannya adalah karena laki-laki tidak punya hormon estrogen. Aku cuma bisa senyum saat tahu hal itu, jadi tolong jangan tanya penjelasan lebih lanjut, karena aku sama sekali tidak tahu lebih jelasnya.

Oke, ini sudah terlalu panjang. Kita akhiri saja di sini. Terima kasih sudah singgah di Biara Wicca, akhir kata...

Blessed be!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer